Wednesday, October 22, 2008

Susu Formula VS Air Susu Ibu (ASI)

Pada Pekan ASI Sedunia ke-25 tanggal 1-7 Agustus 2006 dengan tema “ Code Watch, 25 Years of Protecting Breastfeeding atau Peringatan Kode Internasional, 25 Tahun Melindungi ASI”. Menurut Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K), Sasaran Pembangunan Kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJM) 2005-2009 adalah menurunkan prevalensi gizi kurang pada balita dari 25,8% pada tahun 2005 menjadi setinggi-tingginya 20% pada tahun 2009. Karena itu dalam rangka pencepatan penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk diperlukan upaya terobosan yang bersifat nasional untuk menggerakkan seluruh masyarakat Indonesia terutama ibu-ibu dengan dukungan suami dan keluarga dalam memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya.

Kegiatan ini di Indonesia diwujudkan menjadi Bulan ASI Nasional berupa Kampanye Satu Bulan meningkatkan kesehatan dan gizi anak yang juga dirangkaikan dengan peringatan satu tahun penandatanganan nota kesepakatan damai (MoU) antara Pemerintah RI-GAM di Helsinki, 15 Agustus 2005. Kegiatan ini diharapkan menyemangati pembuat keputusan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam membuat kebijakan yang mendukung ASI serta melakukan pengawasan terhadap promosi susu formula.

Secara nasional, diketahui bahwa hanya 40 persen ibu memberi ASI kepada bayi mereka, sementara menurut penelitian Kesehatan Indonesia tahun 2002 disebutkan bahwa balita Indonesia hanya diberi ASI selama kurang dari dua bulan.
ASI merupakanan makanan terbaik bagi bayi, tidak dapat diganti dengan makanan lainnya dan tidak ada satu pun makanan yang dapat menyamai ASI baik dalam kandungan gizinya, enzim, hormon, maupun kandungan zat imunologik dan antiinfeksi.

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama. Sedangkan pemberian ASI pada bayi umur kurang 2 bulan sebesar 64%, antara 2-3 bulan 45,5%, antara 4-5 bulan 13,9 dan antara 6-7 bulan 7,8%. Sementara itu cakupan pemberian susu formula meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu antara 1997 sebesar 10,8% menjadi 32,4% pada tahun 2002.

Buruknya pemberian ASI ini dipicu oleh promosi Susu Formula di berbagai media dan Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK). Berdasarkan survei oleh YLKI, Yayasan KAKAK, BKPP-ASI dsb di DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel, masih ditemukan pelanggaran terhadap SK Menkes No.237/Menkes/SK/IV/1997 tentang Pemasaran Pengganti ASI dan Pengawasan Kode Internasional tentang Pemasaran Susu Formula.

Pelanggarannya antara lain, SPK yang disurvei ditemukan susu formula didistribusikan kepada pasien secara gratis, SPK yang disurvei menjual susu formula dengan harga khusus, hampir semua bayi baru lahir di SPK tersebut mendapat susu formula dan lain-lain. Untuk melindungi, mempromosikan dan memberikan dukungan kepada para ibu di Indonesia perlu diberikan motivasi dan didampingi oleh orang-orang yang sudah berpengalaman memberikan ASI Eksklusif. Karena itu UNICEF memberikan penghargaan kepada Ibu Negara Hj. Ani Bambang Yudhoyono sebagai Duta Nasional untuk ASI tanggal 28 Agustus 2006 di Istana Negara, Jakarta.

Sesuai UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengacu pada Convention on The Right of the Child atau Konvensi Hak-hak Anak menyebutkan “ setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi “.

Agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi anak yang sehat dan cerdas, kebutuhan dasar anak harus terpenuhi yang meliputi 7 aspek yaitu kasih sayang dan perlindungan, gizi, kesehatan, pendidikan, pengasuhan, bermain dan berekreasi, lingkungan yang sehat dan orang tua ikut KB.

Menyusui bayi secara eksklusif merupakan wujud nyata pemenuhan ketujuh aspek kebutuhan dasar tersebut. Menyusui secara eksklusif adalah memberikan ASI kepada bayi selama 6 bulan penuh dan bayi tidak mendapat makanan lain selain ASI.
Untuk mencapai tumbuh kembang bayi secara optimal, WHO/UNICEF menetapkan Global Strategy for Infant and Young Child Feeding yang di Indonesia ditindaklanjuti dengan Penyusunan Strategi Nasional Pemberian Makanan Bayi dan Anak yaitu memberikan ASI dalam 30 menit setelah kelahiran, memberikan hanya ASI saja atau ASI Eksklusif sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang cukup dan bermutu sejak bayi umur 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun.

Asi Eksklusif Enam Bulan
Menyusui adalah suatu proses yang terjadi secara alami. Jadi, jarang sekali ada ibu yang gagal atau tidak mampu menyusui bayinya. Meskipun demikian, menyusui juga perlu dipelajari, terutama oleh ibu yang baru pertama kali memiliki anak agar tahu cara menyusui yang benar.

Kendati prosesnya alami, kemampuan ibu memberi ASI tidak datang tiba-tiba. Ada serangkaian proses yang turut memberi andil dalam kelancaran pemberian ASI, mulai dari persiapan fisik sampai batin calon ibu. Makin dini bayi disusui, maka kian cepat dan lancar proses menyusui si kecil.
Kualitas dan kuantitas produksi ASI juga perlu dijaga agar perkembangan fisik dan mental bayi bisa optimal. Caranya antara lain dengan mengonsumsi makanan bergizi, terutama sayuran, minum cairan, cukup beristirahat dan sering menyusui, serta memijat payudara. Jika jarang disusukan, produksi ASI dikhawatirkan akan menurun.

Untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi baru lahir mendapat ASI eksklusif (tanpa tambahan apa-apa) selama enam bulan. Sebab, menurut Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia DKI Jakarta (IDAI Jaya) dr Badriul Hegar SpA (K), ASI adalah nutrisi alamiah terbaik bagi bayi dengan kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan optimal.

Tidak ada jadwal khusus yang bisa diterapkan untuk pemberian ASI pada bayi. Jadi, ibu harus siap setiap saat bayi membutuhkan ASI. Akibatnya, jika ibu diharuskan kembali bekerja penuh di luar rumah sebelum bayi berusia enam bulan, pemberian ASI eksklusif ini tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Maka, Akida M Widad, Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam artikelnya menuturkan, sejumlah negara memberikan kelonggaran kepada ibu hamil dan melahirkan. Di Inggris ibu yang hamil dan melahirkan bisa mendapatkan cuti 40 minggu. Di Denmark, ibu mendapat cuti empat atau delapan minggu sebelum melahirkan dan 14 minggu sesudah melahirkan ditambah 10 minggu cuti untuk merawat bayi.

Di Indonesia, sesuai kebijakan pemerintah, sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan pemberian cuti melahirkan hanya tiga bulan. Karena itu, kendati kampanye nasional pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dicanangkan, kenyataannya hal itu sulit dilakukan bagi ibu yang bekerja di luar rumah. Kondisi fisik dan mental yang lelah setelah bekerja sepanjang hari telah menghambat kelancaran produksi ASI.
Kendati demikian, hal itu tidak berarti kesempatan ibu yang bekerja untuk memberi ASI eksklusif kepada bayinya hilang sama sekali. Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif bagi sang buah hati. Selain diberikan secara langsung, yakni dengan menyusui si kecil, ASI juga dapat diberikan secara tidak langsung dengan cara memberikan ASI perah.

Asi Perah
Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara memerah, menyimpan dan memberikan ASI perah ini sebaiknya dikuasai para ibu. Klinik Laktasi Rumah Sakit St Carolus, Jakarta, menyarankan agar para ibu menyiapkan ASI perah minimal dua hari sebelum mulai bekerja dan meninggalkan bayi. ASI sebaiknya diperah setiap tiga jam karena produksi susu akan makin melimpah jika sering dikeluarkan.

ASI pada dasarnya dapat diperah melalui tiga cara, yakni menggunakan tangan, alat secara manual, atau memakai alat pompa elektrik. Namun, bila dilihat dari sisi ekonomis dan kepraktisan, memerah ASI dengan tangan lebih unggul dibandingkan dua cara yang lain dan bisa melakukannya kapan saja tanpa bantuan alat kecuali wadah yang bersih untuk menampung ASI.

Cara apa pun yang dipilih, faktor kebersihan harus tetap diperhatikan. Sebelum memerah ASI, cucilah tangan Anda dengan sabun dan air hingga bersih dan sediakan wadah tertutup yang bersih dan steril untuk menampung ASI. Kemudian, perah sedikit ASI lalu oleskan pada puting dan areola karena air susu ibu mengandung zat antibakteri.

Pada masa-masa awal, ibu tidak perlu putus asa jika jumlah ASI yang diperoleh tidak sebanyak yang diinginkan. Sebab, untuk menjadi terampil memerah ASI memang butuh waktu dan latihan. Karena itu, ibu sebaiknya berlatih memerah ASI sekitar satu minggu sebelum kembali bekerja. Selama di tempat kerja, ibu dianjurkan memerah ASI sebanyak dua sampai tiga kali di tempat yang tenang.

Wadah untuk menampung ASI perah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah disterilkan, misalnya botol atau cangkir tertutup rapat yang terbuat dari plastik atau gelas, tahan dimasak dalam air mendidih, dan mempunyai mulut lebar agar ASI yang diperah dapat ditampung dengan mudah. Bila ASI tidak langsung diberikan, pastikan penyimpanannya aman dari kontaminasi dan berikan label waktu pemerahan pada setiap wadah ASI perah.

Jika ASI perah akan diberikan kurang dari enam jam pada bayi, ASI tersebut tidak perlu disimpan dalam lemari es. Dalam buku Kiat Sukses Menyusui, ibu disarankan untuk tidak menyimpan ASI di suhu kamar lebih dari tiga atau empat jam. ASI perah tahan enam sampai delapan jam di ruangan bersuhu kamar, 24 jam dalam termos berisi es batu, 48 jam dalam lemari es dan tiga bulan dalam freezer.

Sebelum diberikan kepada bayi, ASI yang dibekukan dicairkan terlebih dulu dan diletakkan dalam ruangan dengan suhu kamar. Kemudian, wadah berisi ASI itu direndam dalam air hangat sebelum diberikan kepada bayi. ASI sebaiknya diberikan dengan cangkir atau sendok agar bayi bisa mengisap ASI sedikit demi sedikit. Seusai diberi ASI, bayi dipegang dalam posisi tegak agar sendawa.

Pemberian ASI perah dengan sendok atau cangkir sebaiknya diberikan orang lain, bukan ibu bersangkutan. Ini untuk menjaga konsistensi sehingga bayi tidak mengalami bingung puting. Selain itu, sisa susu yang tidak dihabiskan bayi sebaiknya tidak disimpan atau dibekukan ulang agar bayi terhindar dari risiko terserang diare.

Selain itu penerapan manajemen laktasi harus disertai dukungan semua pihak agar upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan bisa berhasil. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan menyusui, terutama suami, dengan membantu tugas rumah tangga agar ibu yang menyusui tidak kelelahan, dan bantuan tenaga yang menjamin keamanan si kecil ketika ditinggal bekerja.

Adanya “tempat kerja sayang ibu” yang mendukung proses laktasi di tempat kerja juga mempermudah ibu bekerja memberi ASI eksklusif selama enam bulan. Contohnya, dengan menyediakan ruang untuk menyusui atau memerah ASI dan tempat penitipan bayi, memberi kesempatan ibu menyusui atau memerah ASI setiap tiga jam. *)Staf Seksi Gizi Dinkes Pamekasan (sedang melanjutkan Studi S1 Gizi di FK UGM)

No comments:

 

blogger templates | Make Money Online