Yuk berikan ASI pada si kecil sejak dini, agar kekebalan tubuhnya sempurna :)
quote :
*Lantas, bagaimana sebaiknya sikap orang tua menghadapi kondisi ini?
Dokter Purnamawati, spesialis anak yang juga salah satu pendiri Yayasan
Orang Tua Peduli, menyatakan penyebab pneumonia dan meningitis banyak
sekali. Virus dan kumannya macammacam, tak selalu Streptococcus
pneumoniae, tapi bisa saja kuman HiB, tuberkulosis, dan lainnya. Belum
ada data tentang virus atau bakteri apa yang paling banyak menyebabkan
pneumonia dan meningitis di sini
Memang, vaksin IPD yang masuk ke Indonesia bagus, karena mengandung
tujuh jenis kuman Streptococcus pneumoniae. Tidak soal jika orang tua
memberikan vaksin ini pada anak. Masalahnya, apakah bakteri
Streptococcus yang ada di sini termasuk tujuh jenis bakteri di dalam
vaksin itu. Jangan sampai, seperti terjadi di beberapa negara Asia dan
Afrika, vaksin ini ternyata tidak mencakup bakteri Streptococcus yang
ada di sini.*
Jadi yang terpenting adalah membentuk kekebalan tubuh anak sejak dini.
Yang paling sakti adalah air susu ibu. Dokter Sri Rezeki mengingatkan
salah satu risiko tertinggi terkena pneumokokus adalah tidak atau hanya
sebentar mendapat ASI. ”Menyusui terbukti menurunkan angka terkena
penyakit infeksi pada bayi dan anak,” katanya.
Pengancam Bayi
Pneumokokus, penyebab utama kematian anak. Dapat dicegah dengan vaksin
dan peningkatan kekebalan tubuh.
TANTY masih pedih mengenang peristiwa itu. Pukul satu dini hari beberapa
tahun lalu, Farel Nauval Isya, anaknya, tibatiba mengerang. Wajah bayi
yang belum genap setahun itu mendadak pucat. Tanty segera memboyongnya
ke rumah sakit. Setiba di ruang dokter, putranya tak bisa bernapas
sehingga diberi pernapasan buatan. Farel menggelepar, hingga akhirnya
maut menjemput.
Baru belakangan Tanty paham, putra tercintanya terinfeksi bakteri
pneumokokus yang menyerang saluran pernapasan. Kasus ini diangkat dalam
advokasi Asian Strategic Alliance for Pneumococcal Disease Prevention
(ASAP) Indonesia yang dihadiri sekitar 250 dokter dan tenaga medis di
Denpa sar, 25 Maret lalu.
Aliansi strategis pencegahan infeksi pneumokokus ini adalah kelompok
independen di Asia yang beranggotakan 20 negara, termasuk Indonesia.
Di negeri kita, pneumokokus menyebabkan sekitar dua juta kematian setiap
tahun. Hampir separuhnya adalah anak di bawah lima tahun. Dari beraneka
penyakit pneumokokus, yang paling tinggi menyebabkan maut adalah
pneumonia (radang paru).
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), 98 orang bayi meninggal setiap
jam akibat pneumonia di Asia Pasifik. Satu dari lima kematian anak di
dunia disebabkan penyakit ini. Maka WHO pun menyebut pneumonia sebagai
”penyakit terlupakan pembunuh anakanak”. Badan Perserikatan BangsaBangsa
juga menempatkan Indonesia di urutan keenam—setelah India, Cina,
Nigeria, Pakistan, Bangladesh—terbanyak penderita pneumonia.
Profesor Sri Rezeki Hadinegoro, spesialis anak konsultan penyakit tropis
dan infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, yang juga wakil Indonesia di ASAP, menjelaskan
penyakit pneumokokus adalah sekumpulan penyakit yang disebabkan bakteri
Streptococcus pneumoniae. Bakteri pneumokokus ada lebih dari 90 tipe.
Sebelas di antaranya ganas dan mematikan.
Pneumokokus dapat menyebabkan invasive pneumococcal disease atau IPD,
antara lain, pneumonia (radang paru), bakteremial (infeksi bakteri dalam
darah), sepsis (darah yang teracuni), meningitis (radang selaput otak).
Ada pula pneumokokus yang bersifat noninvasif, yaitu yang menyebabkan
penyakit di telinga, hidung, atau tenggorokan (THT), seperti media
otitis (radang telinga tengah) dan sinusitis (infeksi pada sinus). Jika
tidak ditangkal atau ditangani dengan tepat, penyakit pneumokokus dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran, kemunduran inteligensi, kesulitan
berbicara, kelumpuhan, hingga kematian.
Profesor Soetjiningsih, guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, Denpasar, mengungkapkan bakteri pneumokokus ini dapat ditemukan
pada tenggorokan dan rongga hidung orang dewasa serta bayi dan anakanak.
Yang patut diwaspadai, penyakit ini bisa dengan mudah menjangkiti anak
sehat yang datang dari lingkungan sehat. Ia menyebar dengan sangat mudah
hanya melalui udara, yaitu ketika penderita atau pembawa penyakit
(carrier) batuk, bersin, dan memercikkan ludah.
Memang, berdasarkan data WHO, tak semua kasus pneumonia disebabkan
pneumokokus. Hanya setengah dari jumlah total penderita pneumonia yang
terjangkit pneumokokus. Sedangkan 30 persen akibat terinfeksi bakteri
Haemophilus influenza tipe B (HiB). Sisa nya disebabkan virus dan
bakteri lain. Dua bakteri itu—pneumokokus dan HiB—juga menjadi penyebab
meningitis pada anak.
Dari berbagai macam penyakit yang disebabkan pneumokokus, dua yang utama
adalah pneumonia dan meningitis. Pneumonia adalah radang paru atau dalam
bahasa awam paruparu basah. Kantong udara di paru dipenuhi cairan.
Artinya, organ pernapasan itu tak bisa mengantar oksigen secara efektif
ke pembuluh darah. Selain karena pneumokokus, pneumonia juga bisa
disebabkan virus dan bakteri lain, serta parasit dan jamur.
Sedangkan meningitis adalah penyakit yang menyerang selaput otak atau
pembuluh yang melindungi otak dan susunan saraf pusat. Penyebabnya
infeksi bakteri atau virus meningitis. Kasus ini paling sering menimpa
anak di bawah lima tahun, 1725 tahun, dan di atas 55 tahun. Yang paling
rentan adalah mereka yang sistem kekebalan tubuhnya lemah. Efek
meningitis sangat beragam, mulai dari kehilangan tungkai atau lengan,
gangguan pendengar an, gangguan mental, hingga kematian.
Bakteri pneumokokus secara normal berada di dalam rongga hidung dan
tenggorokan anakanak dan dewasa yang sehat, dengan empat serotipe
berbeda yang terkandung secara bersamaan. Artinya, tidak semua individu
akan menderita penyakit ini ketika terkena bakteri ini. Namun tetap saja
pa tut waspada. Sebab, ketika sudah terjadi kolonisasi bakteri dalam
tubuh, orang tersebut akan menjadi pembawa sekaligus penyebar penyakit
melalui partikel udara: lewat bersin, batuk, percik an ludah, serta
kontak tubuh.
Karena tak ada keluhan atau gejala apa pun, si carrier sering tak
menyadari kondisinya. Ironisnya, seperti dikemukakan Soetjiningsih, yang
paling banyak menularkan bakteri ini justru orang rumah. Ia mengemukakan
sebuah penelitian di Bandung terhadap bayi baru lahir hingga usia dua
bulan pada 2006. Ternyata, dari semua res ponden yang mengidap
pneumokokus, lebih dari setengahnya tertular pneumokokus dari kakaknya
dan 11,9 dari ibunya. Sisanya tertular dari orang lain di luar keluarga.
Soetjiningsih menyebutkan, kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi
pneumokokus adalah bayi di bawah dua tahun, yang tidak atau hanya
sebentar mendapat ASI, tinggal di hunian padat, terpapar polusi atau
asap rokok, sering mendapat antibiotik (sehingga bakteri menjadi
resisten), kurang gizi, dan tidak diimunisasi.
Karena ada berbagai jenis penyakit yang disebabkan pneumokokus,
gejalanya juga beragam. Gejala meningitis antara lain demam dan sakit
kepala, mual, muntah, kaku pada leher dan fotofobia (sakit karena
melihat cahaya) pada anak yang lebih besar. Pada bayi biasanya ditandai
demam dan tandatanda penyakit tidak spesifik lainnya. Sedangkan gejala
pneumonia adalah gemetar tibatiba, kedinginan, batuk, demam, dan sesak.
Media otitis akut (radang telinga tengah) ditandai demam, sakit pada
telinga, dan pende ngaran terganggu.
Salah satu pencegahan pneumokokus adalah dengan imunisasi Pneumococcal
Saccharine Conjugated Vaccine (PCV7). Vaksin ini membantu mencegah
penyakit pneumokokus invasif (IPD) pada anak di bawah dua tahun, dan
melin dungi anak hingga sembilan tahun.
Masalahnya, di Indonesia harga vaksin ini termasuk mahal: Rp 800 ribu
hingga Rp 1 juta sekali suntik. Padahal vaksin ini mesti diberikan satu
seri, yakni tiga kali. Selain itu, baru ada satu perusahaan obat yang
memproduksi vaksin ini, sehingga dikhawatirkan bisa terjadi ”monopoli”.
Lantas, bagaimana sebaiknya sikap orang tua menghadapi kondisi ini?
Dokter Purnamawati, spesialis anak yang juga salah satu pendiri Yayasan
Orang Tua Peduli, menyatakan penyebab pneumonia dan meningitis banyak
sekali. Virus dan kumannya macammacam, tak selalu Streptococcus
pneumoniae, tapi bisa saja kuman HiB, tuberkulosis, dan lainnya. Belum
ada data tentang virus atau bakteri apa yang paling banyak menyebabkan
pneumonia dan meningitis di sini
Memang, vaksin IPD yang masuk ke Indonesia bagus, karena mengandung
tujuh jenis kuman Streptococcus pneumoniae. Tidak soal jika orang tua
memberikan vaksin ini pada anak. Masalahnya, apakah bakteri
Streptococcus yang ada di sini termasuk tujuh jenis bakteri di dalam
vaksin itu. Jangan sampai, seperti terjadi di beberapa negara Asia dan
Afrika, vaksin ini ternyata tidak mencakup bakteri Streptococcus yang
ada di sini.
Jadi yang terpenting adalah membentuk kekebalan tubuh anak sejak dini.
Yang paling sakti adalah air susu ibu. Dokter Sri Rezeki mengingatkan
salah satu risiko tertinggi terkena pneumokokus adalah tidak atau hanya
sebentar mendapat ASI. ”Menyusui terbukti menurunkan angka terkena
penyakit infeksi pada bayi dan anak,” katanya.
Andari Karina Anom
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/05/18/KSH/mbm.20090518.KSH130318.id.html
Saturday, June 12, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment